Kamis, 18 April 2013

Sejarah Kota Cimahi


~Cimahi, pada masa Gubernur Jendral Herman Willem Daendels berkuasa (1808 - 1811), merupakan daerah yang dilewati oleh Jalan Raya Pos (De Groote Postweg). Jalan Raya Pos sejauh 1000 km dari Anyer ke Panarukan ini dibangun selain untuk keperluan jalan bagi Kereta Pos juga buat mobilitas gerakan pasukan untuk mempertahankan Jawa. Ketika itu Daendels mengkonsentrasikan pasukannya di kota pantai Batavia, Semarang, dan Surabaya. Maksud Daendels adalah agar mobilitas pasukan di tiga tempat pertahanan itu dapat dilakukan secara cepat, melalui Jalan Raya Pos tersebut. Namun sejarah menunjukkan pertahanan ini dengan mudah dipatahkan Inggris, ini terbukti ketika Armada Pasukan Inggris dipimpin Lord Minto dengan mudah menyerbu Batavia pada 4 Agustus 1811, tanpa mengalami perlawanan yang berarti. Dari pengalaman pahit di atas, maka puluhan tahun kemudian, para pembesar militer Belanda merencanakan suatu pangkalan militer di daerah yang agak ke pedalaman. Namun letaknya tidak terlampau jauh dari pusat pemerintahan di Batavia. Posisi Cimahi kemudian dipilih, karena letaknya yang strategis. Cimahi letaknya berdekatan dengan simpang tiga jalur kereta api maupun jalan raya. Staats Spoorwegen (Perusahaan Kereta Api Negara) telah membangun jalur kereta api dari Batavia-Bandung, lewat Bogor, yang juga lewat Cimahi. Jalur ini diresmikan 17 Mei 1884. Kemudian pada 29 Desember 1900 dibuka jalur rel Bandung - Batavia lewat Purwakarta dan Cikampek, yang juga melalui Cimahi. Dengan dibukanya jalur kereta api baru Batavia-Bandung, lewat Purwakarta, maka mobilitas pasukan dari Cimahi ke Batavia pada masa itu dapat ditempuh kurang dari 3 jam! Jauh lebih cepat jika dibandingkan lewat Jalan Raya Pos dengan Kereta Pos (kereta berkuda) yang memakan waktu tiga hari. Juga dengan adanya jalur kereta api Cimahi-Cilacap pada 1894, maka bantuan pasukan dan logistik dari 'pintu belakang' pelabuhan Cilacap dapat dilakukan.
Selain itu Cimahi juga dijadikan “gerbang pertahanan” untuk melindungi Pangkalan Udara Militer di Andir, yang pembangunannya dilakukan di kemudian hari. Pembangunan pangkalan militer di Cimahi dilakukan dengan rahasia ('Geheim') dan tergesa-gesa. Kemudian pelaksanaan rencana pembangunan pangkalan militer di Cimahi, ditunjuk Genie Officier Kapitein Fisher dibantu bawahannya Luitenant V. L. Slors. Berbagai sarana penunjang seperti kompleks perumahan perwira (sekarang Jalan Gedung Empat dan Jalan Sriwijaya) dan Markas Militer ditambah, melengkapi sarana militer yang sudah ada seperti Rumah Sakit Militer yang sudah dibangun pada 1887 kemudian diperluas pada 1905 (sekarang Rumah Sakit Dustira), Barak dan Kampement (Tangsi), Sositet Perwira (Gedung Sudirman di Jl.Gatot Subroto sekarang) dan Penjara Militer yang popular dijuluki Penjara Poncol, yang sudah berdiri sejak 1886. Rupanya, rencana Cimahi dijadikan “Pusat Militer" Belanda sudah lama direncanakan, hal itu ditinjau dari sarana-sarana penunjangnya yang sudah dibangun sebelumnya.

Rencana pemerintah Hindia Belanda mengkonsentrasikan pasukan militernya dilakukan secara bertahap di Cimahi. Sebelumnya, sekitar 1885 di Cimahi sudah ada 3 batalyon yang berpangkalan, yaitu: Infanteri, Genie (Zeni) dan Artileri. Kemudian pasukan dan perlengkapan semakin banyak ditempatkan di Cimahi. Garnisun Cimahi diresmikan pada September 1896 dengan komandan pertamanya Majoor Infanteri C.A. van Loenen dan ajudannya Luitenant J. A. Kohler. Sebagai pendukung kesatuan artileri di Cimahi, pabrik mesiu di Ngawi dan Artillerie Constructie Winkel di Surabaya, dipindahkan ke Kiaracondong pada 1898. Lokasi pabrik ini yang juga dilalui oleh jalur kereta api.

Dengan dijadikannya Cimahi sebagai pangkalan militer, maka terjadilah penempatan tentara yang besar, baik Tentara Belanda [Koninklijk Leger} KL) maupun Tentara Hindia Belanda [Konmklijk Neitherlands Indische Leger, KNIL) yang berasal dari Flores, Timor, Ambon, Manado dan Jawa, namun opsir dan perwiranya dari Belanda dan Eropa.

Sekilas Cimahi

Kota Cimahi adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Kota ini terletak di antara Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat. Cimahi dahulu bagian dari Kabupaten Bandung, yang kemudian ditetapkan sebagai kota administratif pada tanggal 29 Januari 1976. Pada tanggal 21 Juni 2001, Cimahi ditetapkan sebagai kota otonom. Kota Cimahi terdiri atas 3 kecamatan, yang dibagi lagi atas 15 kelurahan.

Dalam bahasa Sunda, nama Cimahi berarti "air yang cukup". Cimahi mulai dikenal ketika pada tahun 1811, Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels membuat jalan Anyer-Panarukan, dengan dibuatnya pos penjagaan di alun-alun Cimahi sekarang. Tahun 1874–1893, dilaksanakan pembuatan jalan kereta api Bandung-Cianjur sekaligus pembuatan Stasiun Cimahi. Tahun 1886 dibangun pusat pendidikan militer beserta fasilitas lainnya seperti Rumah Sakit Dustira dan rumah tahanan militer. Pada tahun 1935, Cimahi ditetapkan sebagai kecamatan. Setelah kemerdekaan Indonesia, Cimahi menjadi bagian dari Kabupaten Bandung Utara. Pada tahun 1962, dibentuk Kawedanaan Cimahi yang meliputi Kecamatan Cimahi, Padalarang, Batujajar, dan Cipatat. Berdasarkan PP Nomor 29 Tahun 1975, Cimahi ditingkatkan statusnya menjadi kota administratif pada tanggal 29 Januari 1976, dan menjadi kota administratif pertama di Jawa Barat. Mulai 21 Juni 2001 status Cimahi menjadi kota. Kini Cimahi menjadi salah satu kawasan pertumbuhan Kota Bandung di sebelah barat. Jumlah penduduknya saat ini adalah sekitar 483.000 jiwa, meningkat dari 290.000 pada tahun 1990 dengan pertumbuhan rata-rata 2,12% per tahun.

Kota Tentara

Kota Cimahi mendapat julukan sebagai "Kota Tentara" karena di kota ini banyak pusat pendidikan untuk tentara, di antaranya:

  • Pusat Pendidikan Artileri Medan (Pusdikarmed)
  • Pusat Pendidikan Pengetahuan Militer Umum (Pusdikpengmilum)
  • Sekolah Pelatih Infanteri Pusat Pendidikan Infanteri (SPI Pusdikif)
  • Pusat Pendidikan Jasmani (Pusdikjas)
  • Pusat Pendidikan Peralatan (Pusdikpal)
  • Pusat Pendidikan Pembekalan Angkutan (Pusdikbekang)
  • Pusat Pendidikan Polisi Militer (Pusdikpom)
  • Pusat Pendidikan Perhubungan (Pusdikhub)

belum lagi markas-markas tentara yang terdapat di situ yang jumlahnya pun cukup banyak, seperti:

  • Brigif 15/Kujang II
  • Pussenarhanud Kodiklatad
  • Pussenarmed Kodiklatad
  • Kiban Yonzipur 3/Macan Kumbang
  • Kodim 0609/Cimahi
  • Yonarmed 4/105 Parahyangan
  • Tepbek Cimahi
  • Koramil Cimahi
  • Rumkit Tk. II Kesdam III/Siliwangi
  • Kesdim Cimahi

dan masih banyak lagi ditambah asrama militer yang jumlahnya sangat banyak. Dengan banyaknya pusat pendidikan tentara dan fasilitas kemiliteran lainnya maka sekitar 60% wilayah Kota Cimahi digunakan oleh tentara. Mungkin karena itulah, kota Cimahi juga mendapat julukan "Kota Hijau", sesuai dengan warna seragam yang digunakan tentara khususnya dari angkatan darat (TNI-AD).
Namun keadaan demikian juga menimbulkan kesulitan tersendiri bagi pemerintah kota Cimahi. Ini disebabkan karena tanah dan bangunan yang digunakan oleh militer tersebut tidak dibayar pajak bumi dan bangunannya (PBB), sehingga pemerintah kota tidak mendapat masukan dari sebagian besar wilayahnya. Sumber : http://kota-cimahi.blogspot.com

Info : Signboard Advertising

Tidak ada komentar: